Skandal Facebook, Indonesia-ASEAN Rancang Kerja Sama Keamanan Siber



 salah satu upaya untuk merespons skandal eksploitasi dan kebocoran data personal Facebook - Cambridge Analytica beserta berbagai isu lain seputar pengamanan dunia maya, Indonesia bersama ASEAN, akan merancang kerja sama keamanan siber untuk kawasan Asia Tenggara.
Rancangan kerja sama itu akan dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Singapura pada 27 - 28 April mendatang.
Turut hadir dalam perhelatan itu adalah Presiden RI Joko Widodo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, berbagai jajaran kabinet dan staf ahli pemerintahan, juga pemimpin serta pejabat tinggi negara ASEAN.
Memaparkan detail agenda tersebut, Direktur Kerja Sama Politik-Keamanan ASEAN Kemlu RI, Chandra Widya Yuda menegaskan, upaya perlindungan keamanan data pribadi di dunia maya adalah salah satu aspek yang akan didorong Indonesia dalam rancangan kerja sama itu.
"Usulannya sudah dibahas sejak lama. Tapi, kembali Indonesia dorong menyusul kejadian seputar Facebook yang marak belakangan terakhir. Indonesia juga akan memasukan elemen perlindungan data pribadi dalam ruang lingkup kerja sama keamanan siber ASEAN itu," kata Chandra di Kemlu RI Jakarta, Jumat (20/4/2018).
Skandal kebocoran data Facebook turut merambah ke Tanah Air, di mana sekitar 1 juta akun pengguna di Indonesia diduga bocoran atau dieksploitasi oleh aplikasi kuis yang dikelola Cambridge Analytica (CA).

Pada tataran dalam negeri, masyarakat mendesak pemerintah dan penegak hukum Indonesia untuk segera melakukan penindakan terhadap Facebook Indonesia, demi mengusut duduk perkara terkait kasus itu.
Seputar hal tersebut, pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kepolisian RI memastikan telah melakukan langkah-langkah penanganan, termasuk, memanggil pihak Facebook Indonesia untuk menghadap dan memberikan penjelasan. 
Sedangkan di sisi lain, pemerintah juga mengabarkan tengah menggodok beberapa kebijakan sebagai upaya untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Salah satu cara adalah merancang kebijakan multilateral dengan negara di kawasan, seperti yang akan dibahas dalam KTT ASEAN di Singapura akhir April 2018 nanti.
"Dunia maya ini kan lintas batas, lintas negara. Oleh karenanya perlu juga kita dorong ke tataran kerja sama multilateral di kawasan," lanjut Chandra.

Sampai tahap ini, Chandra menjelaskan bahwa rancangan kerja sama multilateral tersebut masih dalam tahapan pembahasan norma dan prinsip (norms and principle) antar pemimpin negara ASEAN. Belum berbentuk konkret dan belum pula menyentuh pemangku kepentingan non-pemerintah.
"Tapi, norms and principle itu, yang akan dituangkan dalam Dokumen ASEAN Leaders Statement on Cybersecurity Cooperation, bisa menjadi kerangka (framework) kerja sama yang lebih konkret ke depannya," tambah Chandra.
"Pada prosesnya, berbagai pemangku kepentingan, termasuk yang non-pemerintah, juga akan dirangkul."
Sementara itu, pada waktu dan tempat terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menegaskan Indonesia menjadi rujukan negara-negara tetangga dalam lingkup ASEAN perihal penegakan aturan terhadap penyelenggara sistem elektronik (PSE) asing seperti Facebook, Twitter, Telegram, dan lainnya.
Indonesia diklaim Rudiantara cukup tegas dalam menindak semua pemain PSE asing yang melanggar aturan.
"Negara tetangga di ASEAN mengirim permanent secretary dan enam atau tujuh orang stafnya untuk belajar kepada kita. Indonesia negara yang dianggap di negara Asean berani tegas gitu. Negara ASEAN mana lagi yang berani nutup PSE Internasional? Hanya Indonesia," ujar Rudiantara di Jakarta pada 15 April.

HomeTeknoTech News
Filipina Protes 2 Media Mitra Fact Checker Facebook Filipina mengkritik dua platform berita online independen yang menjadi mitra program Fact Checker Facebook di negara tersebut. Kedua media tersebut akan membantu Facebook menghentikan penyebaran berita palsu atau hoax di Filipina.
Dilansir Reuters, Rabu (18/4/2018), dua organisasi berita yang dimaksud oleh Pemerintah Filipina adalahVERA Files dan Rappler IQ. Pemerintah setempat menilai keduanya membiaskan pemberitaan mengenai Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.
Facebook pada pekan lalu mengumumkan, akan bekerja sama dengan VERA Files dan Rappler IQ untuk merilis program fact-checking pihak ketiga, sebagai upaya mencegah penyebaran hoax di layanannya. Namun, pemerintah setempat tidak senang dengan pilihan Facebook tersebut.
Durtete menuduh Rappler mencoba merusak pemerintahannya, yang kemungkinan dibantu mata-mata Amerika Serikat (AS). Rappler sendiri selama ini dikenal dengan reputasinya membuat laporan investigasi.
Securities and Exchange Commission Filipina telah menarik lisensi operasional Rappler, karena dinilai telah melanggar aturan soal kepemilikan asing. Rappler sampai saat ini masih beroperasi sambil menungu banding.
"Kami akan menyampaikan keberatan kami pada pilihan fact-checker Facebook dan ini akan menjadi agenda ketika kami bertemu dengan mereka segera," kata asisten sekretaris di Presidential Communications Operations Office Filipina, Loraine Badoy.
Juru bicara Duterte, Harry Roque, menyambut baik keinginan Facebook untuk melawan penyebaranhoax. Namun, ia menekankan sejumlah orang mengeluh bahwa "polisi kebenaran" yang dipilih terkadang partisan diri mereka sendiri.
1 dari 2 halaman

Facebook Belum Tanggapi Protes Filipina

 juru bicara Facebook enggan mengomentari protes Pemerintah Filipina. Namun, ia menekankan pentingnya program Fact Checker untuk memusnahkan berita palsu.
"Bekerja sama dengan organisasi fact-checking pihak ketiga adalah salah satu cara yang kami harapkan dapat lebih mengidentifikasi dan mengurangi jangkauan berita palsu yang orang-orang bagikan diplatform kami," tutur Direktur Facebook di Asia Pasifik untuk urusan mayarakat, Clair Deevy.
Rappler sendiri belum memberikan komentar atas protes tersebut. Di s isi lain, Presiden VERA Files, Ellen Tordesillas, menegaskan komitmen mereka untuk independensi.
"Ketidakberpihakan dan kejujuran adalah yang dibutuhkan untuk akreditasi jaringan pemeriksa fakta internasional," tutur Tordesillas.
VERA Files dan Rappler IQ adalah anggota jaringan pemeriksa fakta internasional, Poynter Institute, dari Filipina. Poynter Institute adalah sekolah jurnalistik yang berada di AS.
(Din/Jek)

Komentar